A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh tuhan sebagai makhluk yang berbudaya,hal ini dapat dilihat dari perkembangan manusia yang ditandai dengan adanya peradaban-peradaban dan juga budaya yang telah terbentuk.Manusia mendiami wilayah yang berbeda, berada di lingkungan yang berbeda juga. Hal ini membuat kebiasaan, adat istiadat, kebudayaan dan kepribadian setiap manusia suatu wilayah berbeda dengan yang lainnya. Namun secara garis besar terdapat tiga pembagian wilayah, yaitu : barat, timur tengah, dan timur.
Indonesia merupakan negara kesatuan yang dikenal dengan keberagaman suku bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke yang dikenal dengan seboyan “bhineka tunggal ika”. Kita termasuk ke dalam bangsa timur, yang dikenal sebagai bangsa yang berkepribadian baik. Bangsa timur dikenal dunia sebagai bangsa yang ramah dan bersahabat. Orang-orang dari wilayah lain sangat suka dengan kepribadian bangsa timur yang tidak individualistis dan saling tolong menolong satu sama lain
Menurut Selo Soemardjan menjelaskan bahwa yang dimaksud masyarakat adalah manusia yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian tak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan. Sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah pendahulunya. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama untuk melakukan kegiatan bagi kepentingan bersama atau sebagian besar hidupnya berada dalam kehidupan budaya.
Masyarakat atau Suku Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antar etnis dan bangsa di masa lalu secara biologis. Kata Betawi digunakan untuk menyatakan suku asli yang menghuni di Jakarta dan Bahasa Melayu Kreol adalah bahasa yang digunakannya, dan juga kebudayaan melayunya adalah kebudayaanya. Kata Betawi sebenarnya berasal dari kata “Batavia”, yaitu nama kuno Jakarta diberikan oleh Belanda. Jadi, sangatlah menarik bila diteliti secara sruktur, poses dan pertumbuhan social Suku Betawi mulai dari sejarahnya, bahasa, kepercayaan, profesi, perilaku, wilayah, seni dan budayanya.
B. Rumusan maslah
1. Bagaimana sejarah suku bangsa betawi?
2. Bagaimana Kebudayaan suku bangsa betawi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Masyarakat Betawi
1. Asal Mula
Suku Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa lalu. Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia. Apa yang disebut dengan orang atau suku Betawi sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti orang Sunda, Jawa, Bali, Bugis, Makassar, Ambon, danMelayu serta suku-suku pendatang, seperti Arab, India, Tionghoa, dan Eropa.
2. Sejarah
Diawali oleh orang Sunda (mayoritas), sebelum abad ke-16 dan masuk ke dalam Kerajaan Tarumanegara serta kemudian Pakuan Pajajaran. Selain orang Sunda, terdapat pula pedagang dan pelaut asing dari pesisir utara Jawa, dari berbagai pulau Indonesia Timur, dari Malaka di semenanjung Malaya, bahkan dari Tiongkok serta Gujarat di India.
Selain itu, perjanjian antara Surawisesa (raja Kerajaan Sunda) dengan bangsa Portugis pada tahun 1512 yang membolehkan Portugis untuk membangun suatu komunitas di Sunda Kalapa mengakibatkan perkawinan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis yang menurunkan darah campuran Portugis. Dari komunitas ini lahir musik keroncong.
Setelah VOC menjadikan Batavia sebagai pusat kegiatan niaganya, Belanda memerlukan banyak tenaga kerja untuk membuka lahan pertanian dan membangun roda perekonomian kota ini. Ketika itu VOC banyak membeli budak dari penguasa Bali, karena saat itu di Bali masih berlangsung praktik perbudakan. Itulah penyebab masih tersisanya kosa kata dan tata bahasa Bali dalam bahasa Betawi kini.
Kemajuan perdagangan Batavia menarik berbagai suku bangsa dari penjuru Nusantara hingga Tiongkok, Arab dan India untuk bekerja di kota ini. Pengaruh suku bangsa pendatang asing tampak jelas dalam busana pengantin Betawi yang banyak dipengaruhi unsur Arab dan Tiongkok. Berbagai nama tempat di Jakarta juga menyisakan petunjuk sejarah mengenai datangnya berbagai suku bangsa ke Batavia; Kampung Melayu, Kampung Bali, Kampung Ambon, Kampung Jawa, Kampung Makassar dan Kampung Bugis. Rumah Bugis di bagian utara Jl. Mangga Dua di daerah kampung Bugis yang dimulai pada tahun 1690. Pada awal abad ke 20 ini masih terdapat beberapa rumah seperti ini di daerah Kota.
Diperkirakan etnis Betawi baru terbentuk sekitar seabad lalu, antara tahun 1815-1893. Perkiraan ini didasarkan atas studi sejarah demografi penduduk Jakarta yang dirintis sejarawan Australia, Lance Castle. Di zaman kolonial Belanda, pemerintah selalu melakukan sensus, yang dibuat berdasarkan bangsa atau golongan etnisnya. Dalam data sensus penduduk Jakarta tahun 1615 dan 1815, terdapat penduduk dari berbagai golongan etnis, tetapi tidak ada catatan mengenai golongan etnis Betawi. Hasil sensus tahun 1893 menunjukkan hilangnya sejumlah golongan etnis yang sebelumnya ada. Misalnya saja orang Arab danMoor, orang Bali, Jawa, Sunda, orang Sulawesi Selatan, orang Sumbawa, orang Ambon dan Banda, dan orang Melayu. Kemungkinan kesemua suku bangsa Nusantara dan Arab Moor ini dikategorikan ke dalam kesatuan penduduk pribumi (Belanda: inlander) di Batavia yang kemudian terserap ke dalam kelompok etnis Betawi
B. Kebudayaan Masyarakat Betawi
1. Bahasa
Bahasa Betawi merupakan salah satu anak Bahasa Melayu, banyak istilah Melayu Sumatra ataupun Melayu Malaysia yang digunakan dalam Bahasa Betawi. Sebagai contoh ialah kata “niari” yang artinya hari ini. Meskipun terdapat persamaan dengan bahasa melayu Malaysia, orang Malaysia akan sedikit tidak paham kerena bahasa ini sudah bercampur dengan bahasa-bahasa asing, seperti Belanda, Bahasa Portugis, Bahasa Arab, Bahasa Cina, dan banyak Bahasa-bahasa lainnya.
Dalam kesejarahannya, beberapa ahli berpendapat bahwa terdapat betawi awal (proto betawi), yaitu kelompok masyarakat betawi yang pertama. Menurut sejarah, Kerajaan Tarumanagara, yang berpusat di Sundapura atau Sunda Kalapa, pernah diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Sumatera. Dari sinilah awal mulanya masuk bahasa melayu Sumatera yang diujarkan oleh orang sunda di Sunda Kelapa.
Pada awal abad ke-20, orang-orang Belanda menganggap bahwa ada etnis yang memiliki perbedaan dalam hal bahasa dengan etnis Sunda. Kemudian, mereka menyebutnya sebagai etnis Betawi (kata turunan dari Batavia).
Bahasa Bahasa Betawi merupakan bahasa sehari-hari sukuasli ibu kota negara Indonesia yaitu Jakarta. Bahasa ini mempunyai banyak kesamaan dengan Bahasa resmi Indonesia yaitu Bahasa Indonesia. Bahasa Betawi merupakan salah satu anak Bahasa Melayu, banyak istilah Melayu Sumatra ataupun Melayu Malaysia yang digunakan dalam Bahasa Betawi, seperti kata “niari” untuk hari ini. Persamaan dengan bahasa-bahasa lain di Pulau Jawa, walaupun ada bermacam-macam Bahasa, seperti Bahasa Betawi, Bahasa Sunda, Bahasa Jawa, Bahasa Madura, dan lain sebagainya tetapi hanya Bahasa Betawi yang bersumber kepada Bahasa Melayu sepertihalnya Bahasa Indonesia. Bagi Orang Malaysia mendengar Bahasa ini mungkin agak sedikit tidak faham, kerana bahasa ini sudah bercampur dengan bahasa-bahasa asing, seperti Belanda, Bahasa Portugis, Bahasa Arab, Bahasa Cina, dan banyak Bahasa-bahasa lainnya. Tetapi Bahasa ini adalah Bahasa yang termudah dimengerti oleh Orang Malaysia dibandingkan Bahasa Pulau Jawa yang lain selain Bahasa Indonesia.
Ciri khas Bahasa Betawi adalah mengubah akhiran “A” menjadi “E”. sebagai contoh,Siape, Dimane, Ade Ape, Kenape. Tetapi “E” di Jakarta dan Malaysia berbeda. “E”dalam Bahasa Betawi merupakan “E” dengan aksen tajam seperti “E” dalam kata “NET”. Daerah lain di Indonesia yang mengubah akhiran “A” menjadi “E” adalah SumatraUtara, Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat dan Bali. walaupun tidak semua Masyarakat mengubah akhiran “A” menjadi “E”. ada pula penduduk di lima daerah tersebut yang mengubah akhiran “A” menjadi “O”. “E” yang digunakan di lima daerah tersebut serupa dengan “E” yang digunakan Masyarakat Malaysia. Kerajaan Tarumanagara, yang berpusat di Sundapura atau Sunda Kalapa, pernah diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Sumatera. Oleh karena itu, tidak heran kalau etnis Sunda di pelabuhan Sunda Kalapa, jauh sebelum Sumpah Pemuda, sudah menggunakan bahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional.
Karena perbedaan bahasa yang digunakan tersebut maka pada awalabad ke-20, Belanda menganggap orang yang tinggal di sekitar Batavia sebagai etnis yang berbeda dengan etnis Sunda dan menyebutnya sebagai etnis Betawi (kata turunan dari Batavia). Walau demikian, masih banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap dipertahankan dalam bahasa Sunda seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng (yang berasal dari Cihideung dan kemudian berubah menjadi Cideung dan tearkhir menjadi Cideng), dan lain-lain yang masih sesuai dengan penamaan yang digambarkan dalam naskah kuno Bujangga Manik yang saatini disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris. Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia dialek Betawi.
2. Sistem Pengetahuan
Di Jakarta sebelum era pembangunan orde baru, orang Betawi terbagi atas beberapa profesi menurut lingkup wilayah (kampung) mereka masing-masing. Misalnya di kampung Kemanggisan dan sekitaran Rawabelong banyak dijumpai para petani kembang (anggrek, kemboja jepang, dan lain-lain). Dan secara umum banyak menjadi guru, pengajar, dan pendidik semisal K.H. Djunaedi, K.H. Suit, dll. Profesi pedagang, pembatik juga banyak dilakoni oleh kaum betawi. Petani dan pekebun juga umum dilakoni oleh warga Kemanggisan.
Kampung yang sekarang lebih dikenal dengan Kuningan adalah tempat para peternak sapi perah. Di Kemanggisan, banyak di dapati orang-orang yang ahli dalam pencak silat. Misalnya Ji’ih, teman seperjuangan Pitung dari Rawabelong. Di kampung Paseban banyak warga adalah kaum pekerja kantoran sejak jaman Belanda dulu, meski kemampuan pencak silat mereka juga tidak diragukan. Guru, pengajar, ustadz, dan profesi pedagang eceran juga kerap kali menjadi profesi mereka.
Warga Tebet aslinya adalah orang-orang Betawi gusuran Senayan, karena saat itu Ganefo yang dibuat oleh Bung Karno menyebabkan warga Betawi pindah ke Tebet dan sekitarnya untuk “terpaksa” memuluskan pembuatan kompleks olahraga Gelora Bung Karno yang kita kenal sekarang ini. Dikarenakan asal – muasal bentukan etnis mereka adalah multikultur (orang Nusantara, Tionghoa, India, Arab, Belanda, Portugis, dan lain-lain), profesi masing-masing kaum disesuaikan pada cara pandang bentukan etnis dan bauran etnis dasar masing-masing.
3. Sistem kekerabatan
Betawi adalah suku yang multi-kultural. Termasuk budaya islam yang amat kuat melandaskan kebudayaan melayu dan betawi. Diketahui pula bahwa islam mengangut sistem kekerabatannya adalah bilineal atau menarik garis keturunan kepada pihak ayah dan pihak ibu. Saat melangsungkan adat pernikahan sekalipun tergantung pada kesepakatan kedua belah pihak, akan menetap secara patriarki atau matriarki. Meskipun secara umum masyarakat Betawi menyepakati sistem yang patriarki. Sistem kekerabatan patriarki yaitu menghitung hubungan kekerabatan melalui garis keturunan laki-laki saja. Karena itu mengakibatkan tiap-tiap individu dalam masyarakat memasukan semua kaum kerabat ayah dalam hubungan kekerabatannya, sedangkan semua kaum kerabat ibu diluar garis hubungan kekerabatannya.
Jakarta sebagai daerah yang menjadi pusat berkembangnya suku Betawi memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan antara lain, jiwa sosial mereka tergolong sangat tinggi, walaupun terkadang dalam beberapa hal terlalu berlebih dan cenderung tendensius atau fanatik. Sebenarnya sifat tendensius dan fanatik yang timbul tidak lebih karena akibat gesekan kebutuhan masyarakat modern yang cenderung kompetitif.
Di luar daya saing/kompetisi itu, Orang Betawi juga sangat menjaga nilai - nilai agama yang tercermin dari ajaran orang tua (terutama yang beragama Islam) kepada anak-anaknya. Masyarakat Betawi sangat menghargai pluralisme. Hal ini terlihat dengan hubungan yang baik antara masyarakat Betawi dan pendatang dari luar Jakarta maupun dari etnis lain. Orang Betawi sangat menghormati budaya yang mereka warisi. terbukti dari perilaku kebanyakan warga yang masih memainkan lakon atau kebudayaan yang diwariskan dari masa ke masa seperti lenong, ondel-ondel, gambang kromong, dan lain-lain.
Moderenisasi di tanah Betawi sudah tidak bisa dielakkan lagi sebagai perkembangan zaman. Tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan sebagian besar masyarakat Betawi masa kini agak terpinggirkan oleh modernisasi. Namun, tetap ada optimisme dari masyarakat Betawi bahwa masyarakat generasi mendatang akan mampu menopang modernisasi tersebut.
4. Sistem Peralatan Hidup Dan Tekhnologi
Betawi sekarang ini dapat kita sebut sebagai Jakarta. Ibu kota Indonesia tentu memiliki perkembangan yang bisa dikatakan paling pesat dari semua daerah yang tersebar di Indonesia. Begitu juga dengan pesatnya perkembangan tekhnologi yang dialami di Jakarta.
Walaupun masih dibilang sedikit tertinggal disbanding negara-negara maju lainnya, Indonesia sebagai negara berkembang memiliki perkembangan yang maju di bidang peralatan dan tekhnologi.
Sejak kedatangan para pendatang asing ke Betawi, dimulai dari Belanda, Jepang, Inggris, dan lain sebagainya, rakyat Suku Betawi sudah disuguhkan dengan barang – barang yang didatangkan dari negara asing tersebut, seperti senjata api, kapal laut, kompas, teropong, peralatan pabrik dan bercocok tanam, dan lain sebagainya. Hal tersebut membuat masyarakat asli di daerah Betawi menjadi mengenal dan baik secara langsung maupun tidak langsung, mengikuti perkembangan teknologi tersebut.
Sekarang ini, perkembangan tekhnologi masyarakat Betawi masih mengikuti perkembangan yang terjadi di negara – negara maju lainnya, khususnya negara Asia, misalnya Jepang. Masyarakat Betawi banyak mengadaptasi perkembangan peralatan tekhnologi yang di buat di Jepang.
Betawi merupakan konsumen yang memiliki sifat ‘konsumtif’ yang secara langsung mempengaruhi negara kita. Perkembangan global atau modernisasi yang ingin selalu diikuti oleh masyarakat membuat masyarakat Jakarta melakukan adaptasi dengan cara ‘mengonsumsi’ barang – barang yang diproduksi oleh negara – negara asing, dan bukan menggunakan produk lokal atau produk dalam negri.
5. Sistem Mata Pencaharian
Kini Jakarta yang berpredikat sebagai Daerah Khusus Ibukota, luas wilayahnya 600 Km2 dan secara astronomis terletak diantara 608 - 11045 L.S. dan 94045Â - 94005 B.T. Rata-rata tinggi wilayah dari permukaan air laut kira-kira 7 meter. Di wilayah bagian Selatan keadaan tanahnya lebih subur dibandingkan dibagian Utara, sehingga di daerah ini penduduk asli kebanyakan mata pencaharian utamanya adalah bertani, baik bertani padi, sayur-sayuran maupun buah-buahan. Dengan perkembangan penduduk yang semakin meningkat, maka tanah-tanah pertanian maupun perkebunan semakin sempit karena dijadikan tempat pemukiman baru. Hal tersebut turut merubah mata pencaharian penduduk menjadi pedagang, buruh, tukang dan sebagainya. Sedangkan mereka yang bermukim di daerah Utara umumnya menjadi nelayan.
6. Sistem Religi
Sebagian besar masyarakat Suku Betawi menganut agama Islam. Tetapi terdapat sebagian kecil masyarakat Betawi yang menganut agama lain selain Islam seperti agama Kristen,Protestan, dan Katholik hanya sedikit. Agama Kristen di kalangan masyarakat Betawi masuk dan tersebar di kalangan masyarakat Betawi melalui bangsa Portugis, dimana pada abad ke -16, raja Sunda, Surawisesa, mengadakan perjanjian dengan Portugis yang memperbolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kelapa, sehingga terjadinya proses pertukaran agama melalui perkawinan campuran antara orang Portugis dan penduduk lokal.
7. Kesenian
Segala sesuatu yang berkaitan dengan kesenian atau kebudayaan betawi adalah hasil peleburan dari beberapa macam kebudayaan yang ada di Tanah Betawi melalui masa gradual change yang tidak sekejap. Hasil peleburan atau alkuturasi itu membentuk kebudayaan baru yang “terlepas” dari masing-masing kebudayaan yang mempengaruhinya.
• Tari-tarian
Seni tari di Jakarta merupakan perpaduan antara unsur-unsur budaya masyarakat yang ada di dalamnya. Pada awalnya, seni tari di Jakarta memiliki pengaruh Sunda dan Tionghoa seperti tariannya yang memiliki corak tari Jaipong dengan kostum penari khas pemain Opera Beijing. Namun Jakarta dapat dinamakan daerah yang paling dinamis. Selain seni tari lama juga muncul senitari dengan gaya dan koreografi yang dinamis. Dewasa ini orkes gambang kromong biasa digunakan untuk mengiringi tari pertunjukan kreasi baru, pertunjukan kreasi baru, seperti tari Sembah Nyai, Sirih Kuning dan sebagainya, disamping sebagai pengiring tari pergaulan yang disebut tari cokek. Sebagai pembukaan pada tari cokek ialah wawayangan. Penari cokek berjejer memanjang sambil melangkah maju mundur mengikuti irarna garnbang kromong. Rentangan tangannya setinggi bahu meningkah gerakan kaki.
• Musik
Musik Dalam dunia musik Betawi terdapat perbauran yang harmonis antara unsur priburni dengan unsur Cina, dalam bentuk orkes gambang kromong yang tampak pada alat-alat musiknya. Sebagian alat seperti gambang, kromong, kemor, kecrek, gendang, kempul dan gong adalah unsur pribumi, sedangkan sebagian lagi berupa alat musik gesek Cina yakni kongahyan, tehyan, danskong. Dalam lagu-lagu yang biasa dibawakan orkes tersebut, rupanya bukan saja terjadi pengadaptasian, bahkan pula pengadopsian lagu-lagu Cina yang disebut pobin, seperti pobin mano Kongjilok, Bankinhwa, Posilitan, Caicusiu dan sebagainya. Biasanya disajikan secara instrumental. Terbentuknya orkes gambang kromong tidakdapat dilepaskan dari Nie Hu-kong, seorang pemimpin golongan Cina Pada pertengahan abad ke- delapan belas di Jakarta, yang dikenal sebagai penggemar musik. Atas prakarsanyalah terjadi penggabungan alat-alat musik yang biasa terdapat dalarn gamelan pelog slendro dengan yang dari Tiongkok.
Pengaruh Eropa yang kuat pada salah satu bentuk musik rakyat Betawi, tampak jelas pada orkes Tanjidor, yang biasa menggunakan klarinet, trombon, piston, trompet dan sebagainya. Alat-alat musik tiup yang sudah berumur lebih dari satu abad masih banyak digunakan oleh grup-grup tanjidor. Mungkin bekas alat-alat musik militer pada masa jayanya penguasa kolonial(tempo dulu), dengan alat-alat setua itu tanjidor biasa digunakan untuk mengiringi helaran atau arak-arakan pengantin membawakan lagu-lagu barat berirama imarsi dan Wals yang susah sulit dilacak asal-usulnya, karena telah disesuaikan dengan selera dari generasi kegenerasi. Orkes tanjidor mulai timbul pada abad ke-18. VaIckenier, salah seorang Gubernur Jenderal Belanda pada jaman itu tercatat memiliki sebuah rombongan yang terdiri dari 15 orang pemain alat musik tiup, digabungkan dengan pemain gamelan, pesuling Cina dan penabuh tambur Turki, untuk memeriahkan berbagai pesta. Karena biasa dimainkan oleh budak-budak, orkes demikian itu dahulu disebut Slaven-orkes. Dewasa ini tanjidor sering ditampilkan untuk menyambut tamu-tamu dan untuk memeriahkan arak-arakan.
Musik Betawi yang berasal dari Timur Tengah adalah Orkes Gambus. Pada kesempatan-kesempatan tertentu, misalnya untuk memeriahkan pesta perkawinan, orkes gambus digunakan untuk mengiringi tari zafin, yakni tari pergaulan yang lazimnya hanya dilakukan oleh kaum pria saja. Tetapi sekarang ini sudah mulai ada yang mengembangkannya menjadi tari pertunjukan dengan mengikut sertakan penari wanita. Di samping orkes gambus, musik Betawi yang menunjukkan adanya pengaruh Timur Tengah dan bernafaskan agama Islam adalah berbagai jenis Orkes Rebana. Berdasarkan alatnya, sumber sair yang dibawakannya dan latar belakang sosial pendukungnya rebana Betawi terdiri dari bermacam-macam jenis dan nama, seperti rebana ketimpring, rebana ngarak, rebana dor dan rebana biang. Sebutan rebana ketimpring mungkin karenaadanya tiga pasang kerincingan yakni semacam kecrek yang dipasang pada badannyayang terbuat dari kayu. Kalau rebana Ketimpring digunakan untuk memeriahkan arak-arakan, misainya mengarak pengantin pria menuju rurnah mempelainya biasanya disebut rebana ngarak, disamping ada yang menggunakan rebana khusus untuk itu, yang ukurannya lebih kecil. Syair-syair yang dinyanyikan selarna arak-arakan antaralain diarnbil dari kitab Diba atau Diwan Hadroh. Rebana ketimpring yang digunakan untuk mengiringi perayaan-perayaan keluarga seperti kelahiran, khitanan, perkawinan dan sebagainya, disebut rebana maulid. Telah menjadi kebiasaan di kalangan orang Betawi yang taat kepada agarnanya untuk membacakan syair yang menuturkan riwayat Nabi Besar Muhammad SAW. sebagai acara utamanya yang sering kali diiringi rebana maulid. Syair-syair pujian yang biasa disebut Barjanji, karena diambil dari kitab Syaraful Anam karya Syeikh Barzanji. Rebana dor biasa digunakan mengiringi lagu lagu atau yalil seperti Shikah, Resdu, Yaman Huzas dan sebagainya. Rebana kasidah (qosidah) seperti keadaannya dewasa ini merupakan perkernbangan lebih lanjut dari rebana dor. Lirik-lirik lagu yang dinyanyikannya tidak terbataspada lirik-lirik berbahasa Arab, melainkan banyak pula yang berbahasa Indonesia.
Orkes samrah berasal dari Melayu sebagaimana tampak dari lagu-lagu yang dibawakan seperti lagu Burung Putih, Pulo Angsa Dua, Sirih Kuning, dan Cik Minah dengan corak Melayu, disamping lagu lagu khas Betawi,seperti Kicir-kicir, Jali-jali, Lenggang-lenggang Kangkung dan sebagainya. Tarian yang biasa di iringi orkes ini disebut Tari Samrah. Gerak tariannya menunjukkan persarnaan dengan umumnya tari Melayu yang mengutamakan langkah-langkah dan lenggang-lenggok berirama, ditarnbah dengan gerak-gerak pencak silat, seperti pukulan, tendangan, dan tangkisan yang diperhalus. Biasanya penari samrah turun berpasang-pasangan. Mereka menari diiringi nyanyian biduan yang melagukan pantun-pantun bertherna percintaan dengan ungkapan kata-kata merendahkan diri seperti orang buruk rupa hina papa tidak punya apa-apa.
• Ondel-ondel
Ondel-ondel merupakan salah satu bentuk pertunjukan rakyat Betawi yang sering ditampilkan dalarn pesta-pesta rakyat adalah ondel-ondel. Nampaknya ondel-ondel memerankan leluhur atau nenek moyang yang senantiasa menjaga anak cucunya atau penduduk suatu desa.Ondel-ondel yang berupa boneka besar itu tingginya sekitar 2,5 m dengan garis tengah 80 cm, dibuat dari anyarnan barnbu yang disiapkan begitu rupa sehingga mudah dipikul dari dalarnnya. Bagian wajah berupa topeng atau kedok, dengan rambut kepala dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-laki di cat dengan warna merah, sedang yang perempuan dicat dengan warna putih. Bentuk pertunjukan ini banyak persamaannya dengan yang terdapat di beberapa daerah lain. Di Pasundan dikenal dengan sebutan Badawang, di Jawa Tengah disebut Barongan Buncis, di Bali barong landung. Menurut perkiraan jenis pertunjukan itu sudah ada sejak sebelum tersebarnya agama Islam di Pulau Jawa. Semula ondel-ondel berfungsi sebagai penolak bala atau gangguan roh halus yang gentayangan. Dewasa ini ondel-ondel biasanya digunakan untuk menambah semarak pesta- pesta rakyat atau untuk penyambutan tamu terhormat, misainya pada peresmian gedung yang baru selesai dibangun. Betapapun derasnya arus modernisasi, ondel-ondel ternyata masih tetap bertahan dan menjadi penghias wajah kota metropolitan Jakarta.
• Cerita rakyat
Cerita rakyat yang berkembang di Jakarta selain cerita rakyat yang sudah dikenal seperti Si Pitung juga dikenal cerita rakyat lain seperti serial Jagoan Tulen yang mengisahkan jawara-jawara Betawi baik dalam perjuangan maupun kehidupannya yang dikenal “keras”. Selain mengisahkan jawara atau pendekar dunia persilatan, juga dikenal cerita Nyai Dasima yang menggambarkan kehidupan zaman kolonial.
• Teater tradisional
Lenong adalah teater tradisional Betawi. Kesenian tradisional ini diiringi musik gambang kromong dengan alat-alat musik seperti gambang, kromong, gong, kendang, kempor, suling, dan kecrekan, serta alat musik unsur Tionghoa seperti tehyan, kongahyang, dan sukong. Lakon atau skenario lenong umumnya mengandung pesan moral,yaitu menolong yang lemah, membenci kerakusan dan perbuatan tercela. Bahasa yang digunakan dalam lenong adalah bahasa Melayu (atau kini bahasa Indonesia) dialek Betawi. Sejarah Lenong Lenong berkembang sejak akhir abad ke-19 atau awal abadke-20. Kesenian teatrikal tersebut mungkin merupakan adaptasi oleh masyarakat Betawi atas kesenian serupa seperti “komedi bangsawan” dan “teater stambul” yang sudah ada saat itu. Lakon-lakon lenong berkembang dari lawakan-lawakan tanpa plot cerita yang dirangkai-rangkai hingga menjadi pertunjukan semalam suntuk dengan lakon panjang dan utuhSenjata tradisional
Senjata khas Jakarta adalah badik yang bentuknya tipis memanjang.
• Rumah adat
Ada 4 (empat) tipe bentuk rumah tradisional yang dikenal oleh orang Betawi, yaitu tipe Gudang, tipe Bapang, tipe Kebava dan, tipe joglo
0 Comments