Salam pembaca yupiter.com, bagi masyarakat suku bangsa Bugis Makassar tentu tidak asing dengan konsep siri na pacce, hal ini merupakan nilai budaya yang terdapat dalam masyarakat Bugis Makassar, nah kali ini penulis akan berusaha menjelaskan tentang tradisi siri na pacce dalam kebudayaan Bugis Makassar.
Untuk membahas tradisi siri na pacce dalam kebudayaan Bugis Makassar yang pertama yang kita harus bahas yakni Sebuah nilai atau tradisi dapat dikatakan sebagai sebuah kebudayaan dalam kehidupan manusia apabila telah menjadi sebuah tindakan yang dihasilkan dari karya dan cipta manusia itu sendiri dalam kehidupannya dan tentunya dilakukan dengan intensitas yang menyeluruh dan terus menerus, hal ini dipertegas dalam buku pengantar antropologi karya Koentjaraningrat bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Sehingga, hal tersebut berarti bahwa hampir seluruh tindakan dalam kehidupan manusia merupakan sebuah kebudayaan, sebab segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia adalah melalui proses belajar, dari penjelasan di atas telah mempertegas bahwa yang mana yang dapat dikategorikan sebagai satu tindakan kebudayaan.
Tradisi yang terdapat di dalam kebudayaan masyarakat Bugis-Makassar, yang akan menjadi akan penulis bahas dalam kesempatan kali in adalah tradisi siri’ na pace dalam kebudayaan Bugis makassar. Persoalan ini juga nantinya akan dicoba dilihat melalui kacamata teori simulasi Jean Baudrillard, utamanya dalam melihat proses penyatuan dalam diri individu, budaya tersebut dalam kehidupan masyarakat Bugis-Makassar dan Sulawesi Selatan secara umum dalam konteks kehidupan modern seperti sekarang ini, yang menurut beberapa ahli budaya Bugis-Makassar telah terjadi sebuah proses pergeseran makna di dalamnya. Misalnya saja bahwa dalam kenyataan empiris sekarang tampak adanya pergeseran makna yang sesungguhnya merupakan penyimpangan tingkah laku, namun demikan nilainya belum hilang dan masih tersimpan dalam tradisi budaya.
Siri’ sendiri merupakan sebuah konsep kesadaran hukum dan falsafah dalam masyarakat Bugis-Makassar yang dianggap sakral. Begitu sakralnya kata itu, sehingga apabila seseorang kehilangan Siri’nya atau de’ni gaga siri’na, maka tak ada lagi artinya dia menempuh kehidupan sebagai manusia. Bahkan orang Bugis-Makassar berpendapat kalau mereka itu sirupai olo’ kolo’e (seperti binatang). Petuah Bugis berkata : Siri’mi Narituo (karena malu kita hidup). Untuk orang Bugis-Makassar, tidak ada tujuan atau alasan hidup yang lebih tinggi daripada menjaga Siri’nya, dan kalau mereka tersinggung atau dipermalukan (Nipakasiri’) mereka lebih senang mati dengan perkelahian untuk memulihkan Siri’nya dari pada hidup tanpa Siri’. Sedangkan Pacce sendiri merupakan sebuah nilai falsafah yang dapat dipandang sebagai rasa kebersamaan (kolektifitas), simpati dan empati yang melandasi kehidupan kolektif masyarakat Bugis-Makassar. Hal ini terlihat jika ada seorang kerabat atau tetangga atau seorang anggota komunitas dalam masyarakat Bugis-Makassar yang mendapatkan sebuah musibah, maka dengan serta merta para kerabat atau tetangga yang lain dengan senang hati membantu demi meringankan beban yang terkena musibah tadi, seolah bagi keseluruhan komunitas tersebut, merekalah yang sejatinya terkena musibah secara kolektif.
Nah tentu pembaca sudah mulai memahami tentang seperti apa itu tradisi siri na pacce dalam kebudayaan Bugis makassar sehingga kedua nilai yang mendasari perwatakan masyarakat Bugis-Makassar ini, sejatinya merupakan sebuah cerminan hidup dan etika hidup dalam bermasyarakat. Sehingga dapat pula dikatakan, kedua nilai ini merupakan kerangka teori hidup yang dipegangi sebagai sebuah falsafah dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, yang dalam perjalan sejarah masyarakat Bugis-Makassar penuh dengan berbagai intrik kehidupan sosial politik di dalamnya. Salam yupiter.com
0 Comments