Berdasarkan kisah La Galigo yang isinya di kelompokkan salah satu hasil karya sastra terindah dari sastra sejenisnya, yang berisi kisah epiko-mistis yang terdiri dari ribuan halaman manuskripnya dan hubungan para tokohnya yang sangat berbelit-belit.
To Manurung dalam masyarakat bugis,mitos ini di mulai dengan sepasang dewata terpenting yang memerintah dunia atas (Datu Pattoto’ dan Datu Pallinge’), dan sepasang dewata terpenting yang berkuasa di duniah bawah (Guru Ri Selleng dan Sinau Toja) untuk mendiami dunia antara agar dapat menyembah dan melayaninya,sebagai To Manurung pertama dia turun ke bumi dan memberinya bentuk dan menyebarkan jenis tumbuhan dan hewan yang pertama,ketika turun di luwu’. Dia segera berpuasa dan bertapa kemudian,mengikutlah hamba-hambanya para permaisuri, rakyat dan istananya pun di turunkan dari dunia atas. Lalu sebagaimana yang telah di janjikan padanya, sepupu satu kalinya We’ Nyili’, putri guru ri selleng muncul kemudian di air (dia merupakan to tompo) untuk menjadi permaisurinya yang terpenting .dengan demikian bagian terpenting silsilah dalam mitos ini sudah di sahkan.
Dalam naskah tersebut, telah mengalami banyak perubahan-perubahan sebut saja dari segi gaya bahasa dari bahasa bugis tradisional ke bahasa bugis modern ,contohnya dalam masyarakat bugis benda pusaka bukan di nilai dari ketuaannya melainkan kekuatan gaib yang ada di dalamnya, begitupun naskah-naskah yang ada dalam masyarakat bugis yang telah disalin dan disalin kembali,jadi tentu saja dapat menimbulkan rasa keraguan terhadap keasliaannya,atau paling tidak mengurangi nilai sejarahnya.
Pengertian “tiruan” dalam hal ini di anggap sama dengan aslinya. Tapi dalam penyalinan suatu manuskrip penulis selamanya bebas membuang bagian-bagian tertentu dan mengajukan hal-hal yang baru yang ada di benaknya. Dengan demikian kata “keaslian” tidak mempunyai arti sama sekali, sebaliknya mungkin jauh lebih penting kalau kita menggunakan kata “rahasia”,karena kalau kita hubungkan dengan tradisi mulut ke mulut yang di tulis,maka cerita ini di khususkan oleh para ahli-ahli saja. Karena cerita ini biasanya di sampaikan dari mulut ke mulut ,bila orang menyingguggungnya hal itu dilakukan dengan sikap yang sangat berhati-hati karena hal ini di anggap sakral karena anggapan orang bugis bahwa “ketika kita membicarakan asal usul dewata maka kita akan terkena akan terkena amarah atau bencana dari dewata”,hal ini pula yang menjadi penghambat untuk mengetahui kebenaran-kebenaran manuskrip yang ada di dalam masyarakat Bugis.
0 Comments