Post-strukturalisme mempunyai beberapa asumsi dasar, diantaranya yang pertama ialah artikulasi kritik meta-teoritikal terhadap segala sesuatu. Asumsi dasar dari pandangan ini adalah terus mempertanyakan dan mengkritisi segala sesuatu dalam hal ini ialah teori Hubungan Internasional. Asumsi kedua ialah memandang kritik sebagai suatu yang positif, sebagai usaha mengejar alternatif. Kata kritik atau kritis yang ada dalam pandangan ini memiliki arti bukan menolak sepenuhnya pandangan yang telah ada, namun berdasar asumsi yang pertama, ia terus mengkritisi pandangan yang ada dan berusaha mencari perubahan dan alternatif yang ada sehingga memungkinkan untuk menjawab permasalahan yang belum tertuntaskan.
Asumsi yang ketiga ialah Interpretasi dan representasi merupakan tak terhindarkan dan sangat diperlukan dalam politik internasional. Pandangan ini percaya bahwa ada keterkaitan antara ilmu pengetahuan dengan power, dan seperti pandangan konstruktivisme bahwa pengetahuan merupakan hasil konstruksi sosial. Maka, fakta sosial yang ada bukanlah ‘given’ melainkan hasil interpretasi dan representasi dari manusia sendiri.
contoh kasus adalah demikian, Proses eksternalisasi dialami oleh manusia sebagai persyaratan untuk berproses menjadi manusia, melalui perkembangan dari waktu-ke waktu. Seperti seorang anak yang awalnya hanya mengalami sosialisasi primer, meluar menuju sosialisasi sekunder ( teman luar dan mengambil peran) harus “memasukkan” dirinya ke dunia luar, dalam rangka mengaktualisasikan dirinya kelak.
Contoh kasus di dalam realitas sosial yang ada, sesungguhnya setiap individu merupakan ‘penulis yang bebas’ bebas berkreasi dan berinovasi untuk membentuk dunia sosialnya. Dengan demikian, maka masa depan haruslah ditemukan dan itu merupakan proses yang berkelanjutan untuk menjadi, bukan sebagai refleksi statis atas masa lalu yang memperlihatkan kebekuan dan kekolotan. Seperti halnya di dalam sebuah film manusia disebut sebagai sutradara yang bisa berkarya dan menulis skip dengan bebas.
.jpg)
0 Comments